Golkar Sudah Tahu Akan Kalah di Jabar & Sumut

Suatu pengakuan yang mengejutkan dari Ketua DPP Partai Golkar Firman Subagyo. Ternyata partai ini sudah memprediksi sebelumnya, calon-calon yang dijagokan bakal kalah di pilkada Jawa Barat dan Sumatera Utara. Pasalnya, berdasarkan hasil survei, para calon itu tidak populer di mata masyarakat.

Apa arti pengakuan ini, sikap jujur atau habis manis sepah dibuang ?

Oleh : Robert Manurung

Di dunia politik, satu-satunya bentuk kesetiaan adalah loyalitas pada kepentingan diri sendiri. Hal ini terpampang secara telanjang dalam pernyataan Ketua DPP Partai Golkar, Firman Subagyo. Dia bilang, kekalahan kandidat-kandidat partai itu dalam pilkada Jawa Barat (Jabar) dan Sumatera Utara (Sumut) adalah lantaran figur-figurnya kurang populer.

Inilah pernyataan pengurus Golkar itu yang aku kutip dari Suara Karya online. Suara Karya adalah surat kabar yang didirikan Golkar pada yahun 70-an sebagai corong partai :

Ketua DPP Partai Golkar Firman Soebagyo mengatakan, kekalahan calon kepala daerah dari Partai Golkar dalam pilkada di Sumut dan Jabar sebenarnya sudah diprediksi. “Jauh hari hasil pilkada ini sudah kami prediksi,” katanya.

Ia mengatakan, kekalahan calon kepala daerah yang diusung Partai Golkar karena keputusan pencalonan tidak disesuaikan hasil survei. Menurut Firman, sering kali calon yang diusung Partai Golkar tidak populer sehingga kalah dalam pilkada.

“Kekalahan ini karena Partai Golkar terlalu demokratis sehingga sepenuhnya diserahkan kepada daerah untuk menentukan. Padahal, hasil survei sudah menyebutkan calon tersebut tidak cukup layak. Namun tetap dipaksakan. Itu alasannya,” ujar dia.

Firman mencontohkan, calon Partai Golkar di pilkada Jawa Barat dan Sumatera Utara sudah diprediksi bakal kalah karena calon tersebut, berdasarkan hasil survei, tidak populer di mata masyarakat.

Mengenai adanya usulan digelarnya munaslub untuk mengganti Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla, Firman Soebagyo menilai sebagai tindakan yang tidak mengerti aturan. Kekalahan Partai Golkar dalam pilkada tidak bisa diarahkan sepenuhnya kepada ketua umum.

Ia menjelaskan, penentuan calon kepala daerah yang diusung Partai Golkar diputuskan dalam rapat pimpinan daerah yang melibatkan dewan pimpinan daerah (DPD).

“DPP tidak memiliki hak veto untuk menolak calon itu dalam rapimda. Jadi, salah besar kalau kemudian persoalan ini langsung ditimpakan kepada Ketua Umum,” tuturnya.

Mentalitas dunia politik yang vulgar dan porno

Pernyataan ketua DPP Golkar ini bagus untuk transparansi politik. Namun di sisi lain kita seperti disuguhi adegan paling “porno” dari realitas dunia politik kita. Meskipun sudah menjadi rahasia umum bahwa partai politik Indonesia umumnya menjalankan politik dagang sapi; termasuk memeras orang-orang yang ingin menjadi anggota legislatif atau pejabat publik; namun pernyataan ketua DPP Golkar itu tetap terasa kasar dan vulgar.

Bayangkan saja, hanya beberapa hari selepas pilkada, Golkar sudah tega mendiskreditkan tokoh-tokoh yang tadinya digadang-gadang untuk menjadi gubernur dan wakil gubernur di Jabar dan Sumut. Kasihan tokoh-tokoh itu, sudah kecewa karena gagal, sudah uangnya habis sekian miliar–termasuk memberikan upeti sekian miliar kepada partai; tiba-tiba sekarang mereka dilecehkan secara terbuka.

Para kandidat dari Partai Golkar dalam pilkada Jabar adalah Danny Setiawan dan Iwan Sulandjana. Pasangan ini hanya menempati urutan ketiga atau juru kunci, di bawah Agum Gumelar/Agus Nu’man. Sedangkan di Sumut, kandidat partai ini yaitu Uli Umri-Maratua Simanjuntak juga menempati urutan ketiga di antara lima kontestan. Secara kebetulan pemenang di dua propinsi itu adalah jagoan PKS, yaitu Harry Setiawan-Dede Yusuf (Jabar) dan Syamsul Arifin/Gatot Pujonugroho (Sumut).

Aku menarik kesimpulan dari kejadian ini :

1. Ikatan antara parpol dan kandidat pejabat publik–yang maju dari partai bersangkutan; ternyata hanya bersifat aliansi sesaat dan sangat dipengaruhi oleh besarnya uang yang disetor ke kas partai.

2. Parpol sudah menyimpang dari fungsinya sebagai instrumen demokrasi, karena pertimbangan utama partai untuk memilih calon yang dimajukan untuk menjadi pejabat publik dan legislatif bukan kualitas kepemimpinan, akuntablitas dan integritas’; melainkan jumlah setoran ke kas partai.

3. Parpol tidak memiliki rasa tanggungjawab, dan bahkan sudah menghianati kepercayaan dan harapan rakyat. Lebih parah lagi, parpol telah mempermainkan rakyat dengan membujuk rakyat memilih kandidat yang mereka sodorkan padahal mereka sendiri tidak respek pada kandidat yang bersangkutan.

Bagaimana pendapat Anda sendiri ? Apakah calon independen menjadi satu-satunya harapan rakyat, karena parpol sudah mata duitan dan bejat ?

http://www.ayomerdeka.wordpress.com

Tag: , , , , , , , , , , , , , , ,

5 Tanggapan to “Golkar Sudah Tahu Akan Kalah di Jabar & Sumut”

  1. Singal Says:

    Tampaknya ya!, calon independen sudah saatnya muncul. Orang atau figur yang independen, yang mau bekerjasama dengan rakyatnya, bekerjasama dengan semua pihak, tetapi harus bisa tegas dan berwibaya, menjalankan pemerintahan. Kita sudah bosan dengan janji janji figur atau calon dari partai lama dan programnya yang itu itu saja. Kita ingin perubahan gaya, sistem dan cara kerja yang terjadi saat ini.
    Oot, mengenai hasil pilkada, seharusnya harus seperti pemilihan presiden, jadi ada pemilihan final. seorang pemimpin harus dipilih lebih dari 50% rakyatnya. he he he, ini usulan saja.

  2. RETORIKA Says:

    Justru calon independen malah lebih mengerikan lagi …

    KArena merasa dirinya mendapatkan dukungan sendiri dari masyarakat ia akan menjadi sebuah tokoh eksekutif sentral yang un controlable. Setidaknya dengan diangkatnya dia pelalui partai setidaknya arah politik serta gerakanya masih bisa dibendung oleh partai.

  3. sayasaja Says:

    Salam kenal
    begitulah politik kita bang….kasar dan tidak bermatabat (porno?)
    Saya pernah dengar ada salah satu parpol yang menyatakan akan menggali aspirasi dari bawah bagi para calon pejabat publik yang akan diusungnya
    Eh….ternyata artinya sang calon pejabat publik harus setor ke partai mulai dari pimpinan ranting sampai DPP di Jakarta…..ha..ha..ha…
    Ayoooo merdekaa (dinyanyikan kayak: ayoo sekolah..)

  4. Humbang Hasundutan Says:

    @retorika
    Bagaimana kalo partainya juga uncontrollable?

  5. Nin Says:

    Calon Independen? Jika ia terpilih dan berbuat lalai, siapa yang akan mengingatkan? Kalau menurut saya kita belum bisa seperti itu…
    Mengutip: “Secara kebetulan pemenang di dua propinsi itu adalah jagoan PKS, yaitu Harry Setiawan-Dede Yusuf (Jabar) dan Syamsul Arifin/Gatot Pujonugroho (Sumut).”
    Sesungguhnya, di dunia ini tidak ada sesuatu yang terjadi secara kebetulan…. ada Zat yang Maha Pengatur….

Tinggalkan komentar