Oleh : Suciwati**
“Kenapa Abah dibunuh, Bu?” Mulut mungil itu tiba-tiba bersuara bak godam menghantam ulu hatiku. Gadis kecilku, Diva Suukyi, saat itu masih 2 tahun, menatap penuh harap. Menuntut penjelasan.
Suaraku mendadak menghilang. Airmataku jatuh. Sungguh, seandainya boleh memilih, aku akan pergi jauh. Tak kuasa aku menatap mata tanpa dosa yang menuntut jawaban itu. Terlalu dini, sayang. Belum saatnya kau mengetahui kekejian di balik meninggalnya ayahmu, suamiku, Munir. (more…)