Archive for Februari, 2008

Siapa Butuh Akademi Cinta ? (1)

27 Februari, 2008

Oleh : Robert Manurung

Seharusnya kita merasa heran, mengapa di dunia ini tidak ada kursus, sekolah, akademi, fakultas atau universitas cinta  ?

SEJAK awal sejarah peradaban, manusia selalu menghabiskan usianya untuk mempelajari dan merenungkan segala hal yang ada (juga yang tidak ada) di dunia ini. Di zaman moderen,   bangsa-bangsa yang maju mengirimkan tim ekspedisi ke dasar samudra yang gelap dan ke angkasa luar yang liar, dengan ongkos sangat mahal dan mempertaruhkan nyawa; demi menyingkap secuil dari misteri besar tentang  keberadaan kita di bumi ini.

Tapi ironisnya, umat manusia tidak pernah melakukan studi dan ekspedisi yang serius ke pusat eksistensinya yang paling utama dan intim, yaitu CINTA. (more…)

Jaksa Agung Jadi Pembela Soeharto ?

27 Februari, 2008

Syukurlah. Ternyata tidak semua orang Indonesia tertular penyakit Stockholm Syndrome. Masih ada juga yang tidak ikut latah berbalik mencintai penindasnya. Salah seorang di antaranya Hendardi, tokoh LSM yang kritis dan vokal terhadap Orde Soeharto. Dalam pernyataan terbarunya, Hendardi secara lugas menuduh Jaksa Agung Hendarman Supandji telah bertindak sebagai pembela Soeharto. (more…)

Ibu Segala Zaman : Ny.Tiara Simandjuntak (2)

27 Februari, 2008

Ingin Punya Menantu Perempuan Thailand

PERJALANAN hidup perempuan yang istimewa ini seluruhnya berkisar dalam perubahan-perubahan besar, belajar beradaptasi, lalu terseret lagi ke dalam gelombang perubahan yang lain, kemudian adaptasi lagi. Seluruh perjalanan dan perubahan-perubahan besar itulah sekolahnya universitasnya! (more…)

Ibu Segala Zaman : Ny Tiara Simandjuntak (1)

25 Februari, 2008

4 Anaknya Lulusan Jerman, 4 Lagi Alumni UI

TERPAKSA menikah di usia remaja lantaran desakan orang tua, ternyata tidak menjadi kendala baginya untuk membina rumah tangga yang harmonis. Dan meski tak bisa lagi melanjutkan pendidikan setelah menikah, semangat belajarnya tidak lantas mati. Dengan belajar secara otodidak, dia fasih dua bahasa asing, Belanda dan Inggris. Lalu ketika terpaksa hidup nomaden mengikuti suaminya yang berprofesi guru, dia segera beradaptasi, dan mendorong seisi rumahnya menjadi keluarga yang multi-kultur.

Siapakah perempuan yang luar biasa lentur itu, yang mengalir seperti air mengikuti liku-liku nasibnya ? Bakat, hasil pendidikan dan kepribadian seperti apa yang dimilikinya, sehingga mampu menyesuaikan diri dengan zaman yang terus berubah; dari era kolonial Belanda, Jepang, Demokrasi Terpimpinnya Bung Karno, Stablitas Otoriternya Soeharto sampai Reformasi yang sarat anomali ?

Dan hebatnya, gejolak-gejolak perubahan zaman yang revolusioner itu tak mampu mengikis prinsip-prinsip luhur yang dianut perempuan yang liat dan tangguh ini. Dia senantiasa down on earth. Selalu membumi dan tidak neko-neko. Dan senantiasa merasa bangga dan bersyukur terlahir sebagai orang Batak.

Dengan sikap seperti itulah ibundanya Marsillam Simanjuntak ini mendukung kemajuan karir suaminya dan mengasuh serta membimbing kedelapan anaknya, 6 laki-laki dan 2 perempuan. Suaminya, Dr.I.P Simandjuntak kemudian menjadi tokoh nasional pemberantasan buta huruf. Sedangkan kedelapan anaknya semuanya menjadi sarjana, empat di antaranya menyelesaikan studi di Jerman, 4 lagi lulusan Universitas Indonesia. Semuanya berhasil mengukir prestasi cemerlang di bidang karir dan profesi masing-masing.

Anaknya yang pertama, Edward Christian Simandjuntak (75), cukup lama menduduki jabatan puncak di PT Tjipta Niaga. Putrinya, Aurora boru Simandjuntak (73), bertahun-tahun sebagai sekretaris Ketua MPR, dari Daryatmo, Amir Machmud sampai Kharis Suhud. Aurora juga pernah menjabat Sekjen Asosiasi Perpustakaan Parlemen Asia-Pasifik.

Anaknya yang paling bontot, Parulian Simandjuntak (63) sudah bertahun-tahun menjadi orang nomor satu di perusahaan farmasi Jerman, PT Schering. Dan di antara mereka semua, yang paling populer dan termasuk tokoh yang disegani di negeri ini adalah Marsillam Simandjuntak (64). Pemikir sosial-politik yang semprat praktek dokter selama 14 tahun ini, dikenal sebagai sosok idealis yang sangat anti-korupsi. Dia menjabat Menteri Sekretaris Kabinet dan Menteri Kejaksaan di dalam kabinet Presiden Abdurachman Wahid.

Ibu segala zaman

Nah, siapakah perempuan hebat itu, yang telah melahirkan, mengasuh dan mendidik manusia-manusia cerdas, punya integritas tinggi dan sukses di bidangnya– sekaliber Marsillam Simanjuntak ? Kok bisa, ibu yang pendidikannya cuma setara kelas lima SD itu membentuk anak-anaknya menjadi manusia-manusia yang berpikir terbuka, berwawasan global, tapi tetap nasionalis dan tetap bangga sebagai orang Batak ?

Ny.Tiara Simandjuntak boru Siahaan, namanya, sudah berusia 91 tahun; tapi masih sehat, bugar dan aktif. Dia menjalani hari tua yang bahagia di rumah peninggalan zaman Belanda–yang terawat baik dan asri, di Jl Dempo kawasan Matraman, Jakarta Timur. Dia tetap mempertahankan cara hidup yang teratur dan berhemat, serta sepenuhnya independen dalam urusan keuangan, tanpa pernah meminta kepada anak-anaknya.

Perempuan Batak yang fasih bahasa Jawa ini menikmati betul masa “pensiun” sebagai isteri dan ibu, setelah suaminya berpulang dan 8 anaknya sudah mentas. Kini dia banyak mengisi hari-harinya dengan membaca di perpustakaan pribadinya.

Salah satu kesenangannya adalah membaca majalah berbahasa Inggris, Reader’s Digest, sumber pengetahuan umumnya sejak masih muda. Dia berlangganan langsung ke Amerika, karena edisi Asia majalah tersebut tidak menyediakan versi khusus dengan ukuran huruf lebih besar.

Dipaksa menikah

Tiara lahir di Pematangsiantar 20 Maret 1916. Ayahnya hanya pegawai kecil di perusahaan perkebunan setempat, namun cukup cerdik membaca arah perubahan zaman. Ketika di kota itu berdiri sekolah-sekolah Belanda partikelir, pegawai kecil itu dengan nekad menyekolahkan Tiara di HIS, kendati uang sekolahnya sangat mahal. Harapannya, dengan memiliki bekal pendidikan, putrinya bakal dapat dijodohkan dengan pemuda yang memiliki pekerjaan bagus.

Demikianlah yang terjadi selang berapa tahun kemudian, ketika Tiara duduk di kelas dua sekolah lanjutan—setara dengan kelas lima SD sekarang. Setahun lagi Tiara akan menyelesaikan program pendidikan lanjutan tiga tahun itu, dan dia mulai merajut angan meneruskan pendidikan ke Jawa. Saat itulah Tiara diajak bicara oleh orang tuanya, yang ternyata membelokkan arah perjalanan hidupnya.

“Kawinlah kamu,”kata ayahnya.

“Nggak Pak. Saya ingin sekolah di Salatiga,”jawab Tiara, lemas.

“Ah, buat apa perempuan sekolah tinggi-tinggi, toh akhirnya ke dapur juga,”jawab ayahnya.

Desakan agar Tiara segera menikah kemudian menjadi arus deras yang tak bisa dilawan. Semua kerabat dekat, bapak tua, bapak uda, inang uda, ramai-ramai membujuk dan mendesak gadis belia yang masih bau kencur itu. Apa boleh buat, daripada durhaka, Tiara pun menyerah.

Tidak menyesal dijodohkan

Di usia 15 tahun—yang sudah dianggap siap nikah pada masa itu, Tiara dilamar oleh seorang guru muda, Iskandar Poltak Simanjuntak. Pemberkatan nikah diadakan di Gereja HKBP Jalan Gereja, Pematang Siantar, pada tahun 1931. Pupus sudah impiannya untuk merantau ke Salatiga, guna menempuh pendidikan sekolah guru perempuan.

“Zaman dulu tidak ada yang bisa memprotes orang tua. Harus turut orang tua. Tapi, menurut saya bagus itu. Bagus sekali efeknya walaupun waktu itu kita kesakitan.”ujar Tiara, 77 tahun kemudian.

“Sebelumnya pernah saya dengar dari seorang kerabat yang menyarankan kepada bapak saya supaya kami anak-anaknya yang perempuan dimasukkan di sekolah Belanda. Tujuannya, supaya kami laku. Jadi, saya bisa mengerti mengapa saya disekolahkan di HIS, meski uang sekolah sangat tinggi waktu itu.Pendek cerita, datanglah pangoli (pria melamar) ini. Kami menikah dan saya dibawa ke Sipirok, sebab suami saya yang lulus dari HKS di Jawa ditugaskan di Sipirok,”kenang Ny.Tiara Simandjuntak boru Siahaan. (Bersambung)

Samosir, Oh Samosir…

25 Februari, 2008

Foto close-up tanah mati ini dijepret oleh sahabatku, Charlie  M. Sianipar, minggu lalu di Desa Martoba, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara.

Di dekat tanah inilah Komunitas TobaDream akan memulai “impian besar”, namun dengan langkah-langkah kecil yang pasti : menanam sekitar 1.000 pohon yang akan dirawat sampai tumbuh dewasa. (more…)

Butet Manurung : Sekolah Untuk Kehidupan

23 Februari, 2008

Butet Manurung April 2004, ketika ANTEVE memberi penghargaan “Women of the Year“ kepada perempuan bernama asli Saur Marlina boru Manurung ini, ia mulai santer dibicarakan. Apalagi ketika Oktober kemudian majalah TIME Asia menobatkannya sebagai salah satu “TIME Asia’s Heroes”, mata Indonesia pun terbuka. (more…)

Don’t Cry For Me Hutan Tele…

22 Februari, 2008

Oleh : Raja Huta

BENCANA apa yang akan terjadi kalau pembabatan hutan Tele dilanjutkan, kemudian di areal bekas hutan seluas 2.250 hektar tersebut ditanami bunga untuk komoditas ekspor ? Tulisan ini akan mengupas kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi, secara natural dan supranatural sekaligus. (more…)

Cornel Simbolon Prihatin Pembabatan Hutan Tele

22 Februari, 2008

PARA pecinta lingkungan di Jakarta, khususnya masyarakat Batak yang sangat prihatin atas pembabatan hutan Tele, diam-diam ternyata telah menghubungi Wakil Kepala Staf Angkatan Darat (Wakasad), Letjen Cornel Simbolon. Mereka meminta tokoh masyarakat Samosir ini turun tangan, untuk menghentikan penebangan di hutan pusaka itu, yang berlangsung sejak lima hari lalu. (more…)

Hutan Tele, Tumbal Pemimpin Berpikiran Instan

20 Februari, 2008

BUDAYA instan kini sedang menggempur berbagai aspek kehidupan kita. Setelah urusan perut–dimana mie instan sudah menjadi makanan pokok, tahapan berikutnya yang digarap serba instan adalah apa yang kita sebut : pembangunan. Tumbalnya tidak tanggung-tanggung : kekayaan alam yang terbentuk melalui proses ribuan dan bahkan jutaan tahun; misalnya hutan alam Tele, Samosir, kini sedang dibabat oleh ratusan gergaji mesin. (more…)

15.287 Pohon di Jakarta Rawan Tumbang

19 Februari, 2008

Waspadalah! Ternyata, satu dari setiap 500 orang penduduk Jakarta menghadapi resiko : tertimpa pohon tumbang.

Peringatan ini ditujukan kepada semua warga Jakarta, sehubungan dengan seringnya angin kencang bertiup akhir-akhir ini. Pasalnya, menurut data yang dihimpun koran Kompas (18/2), ada 15.287 batang pohon rawan tumbang di Ibukota. (more…)

STOP Pembabatan Hutan Tele !!!

19 Februari, 2008

Artikel ini sejatinya adalah komentar Suhunan Situmorang, pengacara dan novelis, di blog Partungkuon Tano Batak, pada postingan Refleksi Lima Tahun Kabupaten Samosir. Aku putuskan menampilkan disini karena merupakan sumber informasi penting terkait dengan pembabatan hutan alam Tele, yang kabarnya sudah berjalan sejak dua hari lalu. (RM)

TANGGAL 6 Februari lalu, saya dan lima teman (Viky Sianipar, Bismark Sianipar, Charlie Sianipar, Ganda Simanjuntak (Medan), dan satu orang bule Perancis, Laurent), atas nama Komunitas TobaDream Jakarta, pulang ke Samosir untuk menyiapkan ‘TobaDream Conservation Program’ (TCP).

Di Desa Martoba, Simanindo, kami menyiapkan perjanjian dengan pemilik tanah yang sukarela menyerahkan 2 HA tanahnya untuk ditanami pohon, (more…)

Hutan Tele dalam Kenangan Seorang Blogger

19 Februari, 2008

tele.jpg

 

DANAU TOBA, siapa nggak kenal. Tapi sedikit yang tahu, ada titik tempat memandang danau terluas di Asia Tenggara ini, yang bisa menjadi terapi penghilang kesombongan. Namanya Tele, sebuah kampung berjarak sekitar 210 km dari Medan, melalui jalur Kabanjahe-Sidikalang yang dapat ditempuh (more…)

Sejak Tadi Malam, Hutan Tele Mulai Dibabat…

17 Februari, 2008

Seperti pencuri beroperasi di malam hari, diam-diam, ternyata gergaji mesin sudah mulai beraksi di hutan alam Tele, sejak dua malam yang lalu. Luas hutan yang bakal dihabisi oleh investor asal Korea, di kawasan perbukitan dengan panorama Danau Toba terhampar indah di bawah kakinya itu, sekitar 2.250 hektar. Itu adalah pusaka terakhir, sisa-sisa kekayaan Hutan Tano Batak, di Kabupaten Samosir. (more…)