Archive for the ‘berpikir merdeka’ Category

WS Rendra Bikin Puisi Sejak Kecil

8 Agustus, 2009

Siapa tak kenal WS Rendra di negeri ini.  Pengabdiannya terhadap dunia sastra dan seni tak diragukan lagi.  Mungkin tak ada yang bisa menyamai atau bahkan menggantikannya. WS Rendra wafat pada Kamis, 6 Agustus 2009, pukul 22.30 karena sakit.

Bagaimana sosok WS Rendra sebenarnya? Berikut sedikit perjalanan hidup Si Burung Merak.

Willibrordus Surendra Broto Rendra lahir di Solo, Jawa Tengah, 7 November 1935. Ia adalah penyair ternama yang kerap dijuluki sebagai “Si Burung Merak”. Ia mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta pada tahun 1967 dan juga Bengkel Teater Rendra di Depok. Semenjak masa kuliah beliau sudah aktif menulis cerpen dan esai di berbagai majalah.

Masa kecil

Rendra adalah anak dari pasangan R. Cyprianus Sugeng Brotoatmodjo dan Raden Ayu Catharina Ismadillah. Ayahnya adalah seorang guru Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa pada sekolah Katolik, Solo, di samping sebagai dramawan tradisional.

Sedangkan ibunya adalah penari serimpi di Keraton Surakarta. Masa kecil hingga remaja Rendra dihabiskannya di kota kelahirannya. (more…)

Mati Ketawa Gara-gara Pemilu 2009

16 April, 2009

Orang-orangnya SBY sendiri tak kalah lucunya. Entah karena kelewat mabuk kepayang oleh eforia kemenangan, beberapa politisi Partai Demokrat berulang kali mengatakan kepada media massa bahwa SBY akan bertindak hati-hati dalam menyusun pemerintahan. Buset dah. Emangnya pemerintahan disusun berdasarkan hasil pemilu legislatif ? Sing eling, coy….wong pertandingannya aja belum dimulai…..

Oleh : Robert Manurung

1. Kita patut merasa lega dan bangga karena kesadaran politik rakyat Indonesia ternyata sudah sangat tinggi. Buktinya jumlah caleg secara nasional dalam pemilu barusan tak kurang dari 1,7 juta orang. Artinya, di antara 100 pemilih ada satu caleg. Ini pasti rekor dunia. Sedangkan di negara jiran, Malaysia, rasionya 10.000 : 1.

2. Perilaku caleg di Indonesia juga sangat cinta damai. Jika di negara-negara lain para politisi tega melakukan kekerasan, dan bahkan membunuh, demi memenuhi syahwat kekuasaan; di negeri tercinta ini para caleglah yang mati setelah gagal jadi anggota dewan, mulai dari yang terkena serangan jantung sampai yang ikhlas bunuh diri. (more…)

Buku Sintong Panjaitan Memang “Shocking”

17 Maret, 2009

Mengapa sebagian besar pimpinan ABRI pada waktu itu berada di Malang ? Kalau mereka tahu akan terjadi kerusuhan yang begitu dahsyat tetapi memutuskan tetap pergi ke Malang, maka mereka membuat kesalahan. Tetapi kalau mereka tidak tahu akan terjadi kerusuhan, mereka lebih salah lagi. Mengapa mereka sampai tidak tahu ?

Oleh : Raja Huta

SIAP-SIAPLAH melihat Indonesia dari perspektif baru yang tak terbayangkan sebelumnya, terutama seputar momen-momen gelap sejarah bangsa ini pada bulan Mei 1998. Letjen (Purn) Sintong Panjaitan membeberkannya secara blak-blakan, runtut dan rinci, lewat bukunya yang kini sedang mengguncang panggung politik nasional. Lebih dari sekadar mengejutkan, buku itu benar-benar “shocking”. (more…)

Protap, “Komoditas Panas” Pemilu 2009

15 Maret, 2009

“Menjajakan” isu Protap boleh jadi merupakan strategi cerdik, meski sebenarnya yang paling dibutuhkan masyarakat ialah pemerataan pembangunan di Provinsi Sumatera Utara. Sikap bermusuhan–dan bahkan “kriminalisasi” terhadap etnis Batak Toba–yang dilakukan oleh sejumlah pihak menyusul peristiwa demo anarkis awal bulan lalu di Medan; bukan tidak mungkin akan menguatkan sentimen “kita diperlakukan tidak adil dan disudutkan” di kalangan masyarakat akar rumput.

Oleh : Raja Huta

AMBISI untuk membentuk Provinsi Tapanuli (Protap) ternyata belum padam, kendati hampir semua tokoh pelopornya sedang meringkuk di tahanan. Sejumlah caleg di Tapanuli kini tengah “menjajakan” impian tersebut sebagai tema kampanye, untuk meraih dukungan masyarakat pada Pemilu 2009.

Salah satu partai politik yang getol mengangkat isu Protap pada kampanye pemilu kali ini adalah Partai Demokrasi Pembaharuan (PDP). Bahkan, para caleg partai ini di Kabupaten Samosir tampaknya sengaja menggelitik “harga diri’ sub-etnis Batak Toba, sehubungan dengan masih terganjalnya perjuangan mewujudkan Protap. (more…)

Hakikat Agama Menurut “Sang Nabi”

15 Maret, 2009

Dia yang mengenakan kesusilaan laksana baju pameran,

lebih baik telanjang , karena angin dan surya,

tiada akan melubangi kulitnya,

sedang baju pameran rapuh terhadap cuaca.


Dan dia, yang berlaku sekadar menuruti hukum susila,

mengurung burung kicau dalam sangkar belaka,

lagu kebebasan hidup tiada mengumandangkan keagungannya,

di balik jeruji ataupun jaringan kawat kasa.


Kehidupanmu sehari-hari adalah rumah ibadat, dan ibadah pula,

masukilah kehidupan itu dengan seluruh pribadi, (more…)

Kecaman Atas Kasus Protap Itu Tak Lagi “Fair”

13 Februari, 2009

Di Pahae, Tarutung, Balige, Porsea, Dolok Sanggul, Pakkat, Parapat, juga di Onanrunggu Samosir, antara pemeluk Kristen/Katolik dan Islam dan juga dengan Ugamo Malim, hidup rukun dan damai sejak dahulu. Bahkan ketika konflik Ambon dan Poso meledak, orang-orang di Tano Batak tak terpengaruh. Itu disebabkan karakter dasar manusia Batak yang sejak dasarnya toleran dan hubungan sosial sehari-hari terhadap siapa pun dirajut berdasarkan nilai-nilai dan norma-norma adat–termasuk pada etnis lain.

Oleh : Suhunan Situmorang

GARA-GARA Azis Angkat tewas akibat ulah ratusan demonstran penuntut Protap yang beringas itu, orang Batak (khususnya Toba), seperti sah ditelanjangi, dikecam, dimaki.

Bahkan, yang tak etisnya, para pengecam itu banyak dari kalangan non-Batak. Mereka seperti tak risih mengoreksi yang bukan etnisnya dan seakan memiliki kesempatan–yang sudah lama dipendam–untuk menghujat manusia Batak (Toba).Dan parahnya lagi, semua itu hanya berdasarkan pandangan, penilaian, yang muncul dari endapan stereotip dan hasil generalisasi yang sempit, kalau tak keliru.

Yang mati “hanya” seorang, kebetulan Ketua DPRD, dan visum dokter jelas-jelas mengatakan: ia tewas karena gagal jantung yang sudah pernah dioperasi lima tahun lalu. Tetapi karena ulah para demonstran itu, yang entah siapa mereka sesungguhnya, etnis Batak (Toba) menjadi bulan-bulanan–termasuk yang tak mau tahu perjuangan Protap.

Berbeda sekali ketika pertempuran antar-etnis Madura vs Dayak yang amat ganas dan barbar terjadi di Kalbar dan Kalteng, yang melibatkan ratusan ribu partisan. Pers, petinggi negara, pengamat sosial-politik, dan masyarakat di luar dua etnis yang bertikai itu, seperti kompak mereduksi dampak buruknya: tak membiarkan kejadian yang amat mengerikan itu melebar, tak mempertontonkan korban mati dengan kepala dipenggal (more…)

Atas Nama Tuhan…..

14 November, 2008

TAK SEORANG PUN yang berhak mengklaim sebagai wakil Tuhan di dunia ini.

Oleh : Robert Manurung

KITA semua hanya tukang kutip, yang membaca dari sumber-sumber terbuka—dari kitab-kitab tua dan fenomena alam; lalu meyakini dan kemudian mempengaruhi, bahkan tak jarang memaksa orang lain, untuk meyakini Tuhan versi kita.

Lembaga-lembaga agama membuat klaim sepihak bahwa kehadirannya berdasarkan mandat dari Tuhan, untuk menyebarkan ajaranNya, untuk mengelola persembahan serta sedekah, dan untuk menghukum orang-orang yang didakwa melanggar ajaranNya.

Sejak zaman purba manusia telah menyalahgunakan nama Tuhan dan ajaranNya– bahkan mengkudeta sebagian kekuasaanNya; demi menguasai dan mengeskploitasi sesama manusia, serta segenap sumber daya. Juga untuk memuaskan nafsu serta ambisi pribadi para ulama dan pendeta; yang bersifat profan, sekuler dan politis.

Dan sejauh ini, agama-agama telah berhasil menjadikan perannya teramat penting, menentukan, dan seolah-olah bersifat sakral. Bahkan terkadang, agama sudah menjema menjadi Tuhan itu sendiri. (more…)

MUI : Amrozi Cs Tidak Mati Syahid

12 November, 2008

Keluarga Amrozi dan Muklas meminta maaf

KETUA Majelis Ulama Indonesia KH Ma’aruf Amin menegaskan bahwa Amrozi, Imam Samudra, dan Ali Gufron alias Muklas yang dieksekusi mati, bukan mati syahid. “Itu (syahid) kan pandangan dia, tapi para ulama menganggap cara seperti itu tidak tepat,”kata Ma’aruf kepada Tempo kemarin.

Menurut dia, perjuangan Amrozi cs dengan teror bukan cara yang tepat dalam perjuangan Islam. Perjuangan dalam Islam pada masa damai dilakukan dengan dakwah. “Kecuali di daerah perang. Dan Indonesia (saat peristiwa Bom Bali dan sekarang) tidak sedang dalam perang.” (more…)

Foto Marilyn Monroe & Undang Undang Pornografi…

1 November, 2008
Marilyn Monroe--dimusuhi UUP, disukai anggota dewan

Marilyn Monroe--dimusuhi UUP, disukai anggota dewan

Sama halnya dengan definisi pornografi dalam UUP yang baru saja disahkan oleh DPR, foto Marilyn Monroe di atas pun bersifat multitafsir. Lucu, ekspresif, dan (more…)

Buang Pemutih Itu, Kalian Pasti Tetap Cantik !

1 November, 2008

Halle Berry. hitam pun bisa cantik

Halle Berry. hitam pun bisa cantik

Oleh : Robert Manurung

AYO diskusi tentang kecantikan. Perkara yang satu ini bisa membuat perempuan resah dan senewen. Mampu menyihir kaum pria, dan terkadang bisa mengubah arah perjalanan sejarah.

Kecantikan adalah password serba guna dan sakti yang memungkinkan pemiliknya naik ke kelas sosial lebih tinggi, atau paling tidak mendapat perlakuan dan pelayanan lebih baik di kelas sosialnya sendiri. Meski semakin banyak perempuan yang menyadari bahwa kecantikan adalah hadiah dari Tuhan, bukan hasil usaha atau prestasi; dan kendati masyarakat mulai menghargai perempuan karena kecerdasan, kompetensi dan kepribadiannya; namun, kecantikan masih tetap merupakan senjata utama kaum hawa.

Apa sih definisi kecantikan ? Seperti apa gerangan kecantikan perempuan-perempuan dalam epik Bratayudha yang membuat para dewa terpesona, jatuh cinta, dan mengingkari takdir mereka sebagai dewa ? Kecantikan seperti apa yang dimiliki Josephine sehingga seorang jagoan perang sekaliber Napoleon Bonaparte mau bertekuk lutut mengemis cintanya ? (more…)

Kenapa Perbedaan Sering Berlumur Kekerasan ?

23 Oktober, 2008
mana mungkin ada harmoni tanpa perbedaan ?

mana mungkin ada harmoni tanpa perbedaan ?

Oleh : Nirwan Dewanto

POTRET yang terdapat dalam lukisan ini manis, namun sang lukisan lebih manis lagi. Kita mengenal potret dari dokumentasi IPPHOS itu: Sukarno, Hatta, Sjahrir—tiga pemimpin puncak dari republik yang baru berdiri—duduk di kursi rotan panjang, di Jakarta, 1946. Tak tampak ketegangan pada wajah ketiganya, bahkan momen itu terasa sebagai jeda dari sebuah obrolan ringan belaka.

Mungkin saja ini semacam potret propaganda yang halus: ketiganya mesti mengatasi perbedaan mendasar tentang bagaimana bersiasat membawa sang republik muda menghadapi kekuatan penjajah lama yang hendak menancapkan diri kembali. Potret ini manis, seakan memperlawankan diri dengan revolusi kemerdekaan yang pahit dan berdarah di sebaliknya.

Pada lukisan karya S. Malela Mahargasarie ini, dinding kembang di latar belakang seperti menegaskan bahwa ketiganya memang hidup dalam perayaan perbedaan; ya, perayaan, sesuatu yang memberkati, membuka jalan. Bukan perpecahan, bukan perseteruan. (more…)

RUU Pornografi Menghina Kemanusiaan Orang Indonesia

20 Oktober, 2008

sebagian besar pasal dalam RUU Pornografi mengasumsikan laki-laki di Indonesia tidak bisa menahan nafsu. RUU itu ia nilai menghina kemanusiaan manusia Indonesia, laki-laki dan perempuan.

Oleh : Maria Hartiningsih/Kompas

SEMENTARA pembahasan tentang Rancangan Undang-Undang Pornografi berlangsung di DPR, perdebatan tentang rancangan undang-undang itu terus berlangsung dalam bentuk berbagai forum, di kalangan yang menolak ataupun yang menyetujui.

Latifah Iskandar dari Panitia Kerja Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pornografi dari Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN) mengatakan, ada 26 pasal kritis yang akan dibahas dengan mendengarkan masukan dari luar dan berbagai fraksi, khususnya Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP). (more…)

TOLAK RUU PORNOGRAFI! Karena Garuda Pancasila Bukan Burung Onta…

18 Oktober, 2008

Karena Garuda Pancasila bukan burung onta; yang menyembunyikan kepalanya di pasir ketika bahaya datang; yang menyangkal realitas dengan eskapisme; maka Indonesia harus dijaga dari imperialisme budaya asing–yang puritan, hipokrit, dan merendahkan martabat manusia.

Karena Garuda Pancasila bukan burung onta; melainkan simbol keberanian, kejujuran, dan integritas; maka Indonesia tak boleh berubah menjadi tempat persemaian budaya asing yang membenarkan kekerasan demi kekerasan itu sendiri, gigi ganti gigi, mata ganti mata, dan merendahkan kaum perempuan, (more…)