Posts Tagged ‘batak’

Protap, “Komoditas Panas” Pemilu 2009

15 Maret, 2009

“Menjajakan” isu Protap boleh jadi merupakan strategi cerdik, meski sebenarnya yang paling dibutuhkan masyarakat ialah pemerataan pembangunan di Provinsi Sumatera Utara. Sikap bermusuhan–dan bahkan “kriminalisasi” terhadap etnis Batak Toba–yang dilakukan oleh sejumlah pihak menyusul peristiwa demo anarkis awal bulan lalu di Medan; bukan tidak mungkin akan menguatkan sentimen “kita diperlakukan tidak adil dan disudutkan” di kalangan masyarakat akar rumput.

Oleh : Raja Huta

AMBISI untuk membentuk Provinsi Tapanuli (Protap) ternyata belum padam, kendati hampir semua tokoh pelopornya sedang meringkuk di tahanan. Sejumlah caleg di Tapanuli kini tengah “menjajakan” impian tersebut sebagai tema kampanye, untuk meraih dukungan masyarakat pada Pemilu 2009.

Salah satu partai politik yang getol mengangkat isu Protap pada kampanye pemilu kali ini adalah Partai Demokrasi Pembaharuan (PDP). Bahkan, para caleg partai ini di Kabupaten Samosir tampaknya sengaja menggelitik “harga diri’ sub-etnis Batak Toba, sehubungan dengan masih terganjalnya perjuangan mewujudkan Protap. (more…)

Lomang ( Bukan Ketupat! ), Ciri Khas Lebaran di Tapanuli Selatan

29 September, 2008

Dan, buat kami yang memiliki keluarga dengan agama yang berbeda, ada nuansa lain yang membuat kebersamaan itu terasa lebih indah, sebab mereka juga datang dan turut membantu kami. Bahkan saat hari masih pagi sekali, saudara-saudara kami yang beragama Kristen sudah datang, dengan semangat gotong-royong ikut menyiapkan perayaan Idul Fitri…

kulinerkita.com

LOMANG. foto : kulinerkita.multiply.com

Oleh : Halida Srikandini boru Pohan (more…)

Buset! Kursus Bahasa Batak Rp 75.000 Per Jam…

25 Agustus, 2008

Dengan tambahan bahasa batak, Rachel dan mamanya kadang menggunakan bahasa yang berbeda saat bicara. Rachel ngomong Inggris dijawab Grace dengan bahasa batak, Rachel bahasa Indonesia Grace menjawab dengan bahasa Inggris, lalu saat Rachel mencoba mempraktekkan bahasa Batak, ayahnya malah menjawab dengan bahasa Inggris. Kacau tapi nyambung.

Oleh : Raja Huta

BUAT apa sih kursus bahasa Batak ? Tanyakan itu kepada Grace Siregar. Sobat kentalnya novelis Ayu Utami ini akan menjawab : (more…)

Umat Kristen dan Islam Berdoa Bersama Dalam Acara “Mangupa-upa” Korban Gempa di Pahae

1 Juli, 2008

Banjir bandang kini mengancam Pahae, akibat ketamakan manusia menebang dan membakar hutan. Sekarang saatnya penanaman kembali untuk masa depan anak cucu kita ke depan,” ucap Nelson Parapat, Penasehat Persatuan Luat Pahae Indonesia pada acara doa bersama untuk korban gempa Pahae, Sabtu (21/6) di Kecamatan Simangumban.

Oleh : Robert Manurung

TUHAN niscaya tersenyum bahagia, melihat upacara mangupa-upa yang adakan para perantau asal Luat Pahae bagi penduduk kawasan itu, yang dilanda gempa pertengahan Mei lalu. Apalagi doa syukur dalam upacara di Kecamatan Simangumban itu, dipanjatkan secara Kristen dan Islam, serta dilengkapi ritual khas Batak, mangulosi. (more…)

Perempuan Pengendali Lorena Air : I Can Fly, Man

14 Mei, 2008

“Transportasi itu yang dijual safety, aman dan selamat,” kata Lorena. “I Can Fly Man…!” “Saya sudah sebulan enggak terbang. Harus ada penyegaran dulu,” kata Lorena sebelum take off menerbangkan Cessna dari Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta.

Oleh : FRANS SARTONO dan ARBAIN RAMBEY (Kompas)

LANGIT Jakarta cerah dan bersahabat pada Kamis pagi, 15 Maret lalu. Pesawat Cessna melintas langit dari Halim Perdana Kusuma menuju Pondok Cabe. Sang pilot seorang ibu, mengenakan blue jeans dan berjaket kulit. Dia adalah Eka Sari Lorena, presiden direktur perusahaan penerbangan Lorena Air yang pada Mei mendatang (mundur menjadi 6 Juni 2008 ) akan resmi beroperasi. (more…)

Tongam Sirait, Preman Yang Religius

10 Mei, 2008

Tongam adalah manusia self-made, membentuk diri sendiri lewat pergulatan hidup yang berliku, dari proses panjang petualangannya di rantau. Terlahir di sebuah lapo di Parapat, di bawah bimbingan ayah yang tangannya dihiasi tato– Tuan Bos Sirait namanya, Tongam tumbuh di antara dunia keras para preman dan senandung melankolis biduan-biduan kampung.

Oleh : Robert Manurung

DUNIA memang sudah terbalik-balik. Ketika sesama pendeta HKBP masih terus berkelahi rebutan jubah dan altar, sebagian bahkan sudah bertindak seperti preman, tiba-tiba muncul seorang preman asli lalu “berkotbah” mengenai kasih, persatuan dan kepedulian. (more…)

Mereka Terpaksa Memilih Islam atau Kristen

9 April, 2008

Beginilah nasib pihak yang kalah dan dipinggirkan. Para pengikut Parmalim, agama masyarakat Batak sebelum Kristen dan Islam datang, kini terpaksa berpura-pura menjadi pemeluk agama Kristen arau Islam. Pasalnya, eksistensi Parmalim tidak diakui oleh para penyelenggara pemerintahan di Sumatera Utara.

Oleh : Jarar Siahaan (more…)

Sitor Situmorang, Sisingamangaraja XII & Tele

5 Maret, 2008

sitorjaap3.jpg

Foto tahun 1907 di Sagala, Samosir : Pasukan khusus Belanda yang dipimpin Hans Christoffel (pegang tongkat) mengaso sejenak di salah satu daerah di kawasan hutan Tele, sebelum melanjutkan misi tunggal : menangkap Sisingamangaraja XII hidup atau mati. (more…)

Ibu Segala Zaman : Ny.Tiara Simandjuntak (2)

27 Februari, 2008

Ingin Punya Menantu Perempuan Thailand

PERJALANAN hidup perempuan yang istimewa ini seluruhnya berkisar dalam perubahan-perubahan besar, belajar beradaptasi, lalu terseret lagi ke dalam gelombang perubahan yang lain, kemudian adaptasi lagi. Seluruh perjalanan dan perubahan-perubahan besar itulah sekolahnya universitasnya! (more…)

Ibu Segala Zaman : Ny Tiara Simandjuntak (1)

25 Februari, 2008

4 Anaknya Lulusan Jerman, 4 Lagi Alumni UI

TERPAKSA menikah di usia remaja lantaran desakan orang tua, ternyata tidak menjadi kendala baginya untuk membina rumah tangga yang harmonis. Dan meski tak bisa lagi melanjutkan pendidikan setelah menikah, semangat belajarnya tidak lantas mati. Dengan belajar secara otodidak, dia fasih dua bahasa asing, Belanda dan Inggris. Lalu ketika terpaksa hidup nomaden mengikuti suaminya yang berprofesi guru, dia segera beradaptasi, dan mendorong seisi rumahnya menjadi keluarga yang multi-kultur.

Siapakah perempuan yang luar biasa lentur itu, yang mengalir seperti air mengikuti liku-liku nasibnya ? Bakat, hasil pendidikan dan kepribadian seperti apa yang dimilikinya, sehingga mampu menyesuaikan diri dengan zaman yang terus berubah; dari era kolonial Belanda, Jepang, Demokrasi Terpimpinnya Bung Karno, Stablitas Otoriternya Soeharto sampai Reformasi yang sarat anomali ?

Dan hebatnya, gejolak-gejolak perubahan zaman yang revolusioner itu tak mampu mengikis prinsip-prinsip luhur yang dianut perempuan yang liat dan tangguh ini. Dia senantiasa down on earth. Selalu membumi dan tidak neko-neko. Dan senantiasa merasa bangga dan bersyukur terlahir sebagai orang Batak.

Dengan sikap seperti itulah ibundanya Marsillam Simanjuntak ini mendukung kemajuan karir suaminya dan mengasuh serta membimbing kedelapan anaknya, 6 laki-laki dan 2 perempuan. Suaminya, Dr.I.P Simandjuntak kemudian menjadi tokoh nasional pemberantasan buta huruf. Sedangkan kedelapan anaknya semuanya menjadi sarjana, empat di antaranya menyelesaikan studi di Jerman, 4 lagi lulusan Universitas Indonesia. Semuanya berhasil mengukir prestasi cemerlang di bidang karir dan profesi masing-masing.

Anaknya yang pertama, Edward Christian Simandjuntak (75), cukup lama menduduki jabatan puncak di PT Tjipta Niaga. Putrinya, Aurora boru Simandjuntak (73), bertahun-tahun sebagai sekretaris Ketua MPR, dari Daryatmo, Amir Machmud sampai Kharis Suhud. Aurora juga pernah menjabat Sekjen Asosiasi Perpustakaan Parlemen Asia-Pasifik.

Anaknya yang paling bontot, Parulian Simandjuntak (63) sudah bertahun-tahun menjadi orang nomor satu di perusahaan farmasi Jerman, PT Schering. Dan di antara mereka semua, yang paling populer dan termasuk tokoh yang disegani di negeri ini adalah Marsillam Simandjuntak (64). Pemikir sosial-politik yang semprat praktek dokter selama 14 tahun ini, dikenal sebagai sosok idealis yang sangat anti-korupsi. Dia menjabat Menteri Sekretaris Kabinet dan Menteri Kejaksaan di dalam kabinet Presiden Abdurachman Wahid.

Ibu segala zaman

Nah, siapakah perempuan hebat itu, yang telah melahirkan, mengasuh dan mendidik manusia-manusia cerdas, punya integritas tinggi dan sukses di bidangnya– sekaliber Marsillam Simanjuntak ? Kok bisa, ibu yang pendidikannya cuma setara kelas lima SD itu membentuk anak-anaknya menjadi manusia-manusia yang berpikir terbuka, berwawasan global, tapi tetap nasionalis dan tetap bangga sebagai orang Batak ?

Ny.Tiara Simandjuntak boru Siahaan, namanya, sudah berusia 91 tahun; tapi masih sehat, bugar dan aktif. Dia menjalani hari tua yang bahagia di rumah peninggalan zaman Belanda–yang terawat baik dan asri, di Jl Dempo kawasan Matraman, Jakarta Timur. Dia tetap mempertahankan cara hidup yang teratur dan berhemat, serta sepenuhnya independen dalam urusan keuangan, tanpa pernah meminta kepada anak-anaknya.

Perempuan Batak yang fasih bahasa Jawa ini menikmati betul masa “pensiun” sebagai isteri dan ibu, setelah suaminya berpulang dan 8 anaknya sudah mentas. Kini dia banyak mengisi hari-harinya dengan membaca di perpustakaan pribadinya.

Salah satu kesenangannya adalah membaca majalah berbahasa Inggris, Reader’s Digest, sumber pengetahuan umumnya sejak masih muda. Dia berlangganan langsung ke Amerika, karena edisi Asia majalah tersebut tidak menyediakan versi khusus dengan ukuran huruf lebih besar.

Dipaksa menikah

Tiara lahir di Pematangsiantar 20 Maret 1916. Ayahnya hanya pegawai kecil di perusahaan perkebunan setempat, namun cukup cerdik membaca arah perubahan zaman. Ketika di kota itu berdiri sekolah-sekolah Belanda partikelir, pegawai kecil itu dengan nekad menyekolahkan Tiara di HIS, kendati uang sekolahnya sangat mahal. Harapannya, dengan memiliki bekal pendidikan, putrinya bakal dapat dijodohkan dengan pemuda yang memiliki pekerjaan bagus.

Demikianlah yang terjadi selang berapa tahun kemudian, ketika Tiara duduk di kelas dua sekolah lanjutan—setara dengan kelas lima SD sekarang. Setahun lagi Tiara akan menyelesaikan program pendidikan lanjutan tiga tahun itu, dan dia mulai merajut angan meneruskan pendidikan ke Jawa. Saat itulah Tiara diajak bicara oleh orang tuanya, yang ternyata membelokkan arah perjalanan hidupnya.

“Kawinlah kamu,”kata ayahnya.

“Nggak Pak. Saya ingin sekolah di Salatiga,”jawab Tiara, lemas.

“Ah, buat apa perempuan sekolah tinggi-tinggi, toh akhirnya ke dapur juga,”jawab ayahnya.

Desakan agar Tiara segera menikah kemudian menjadi arus deras yang tak bisa dilawan. Semua kerabat dekat, bapak tua, bapak uda, inang uda, ramai-ramai membujuk dan mendesak gadis belia yang masih bau kencur itu. Apa boleh buat, daripada durhaka, Tiara pun menyerah.

Tidak menyesal dijodohkan

Di usia 15 tahun—yang sudah dianggap siap nikah pada masa itu, Tiara dilamar oleh seorang guru muda, Iskandar Poltak Simanjuntak. Pemberkatan nikah diadakan di Gereja HKBP Jalan Gereja, Pematang Siantar, pada tahun 1931. Pupus sudah impiannya untuk merantau ke Salatiga, guna menempuh pendidikan sekolah guru perempuan.

“Zaman dulu tidak ada yang bisa memprotes orang tua. Harus turut orang tua. Tapi, menurut saya bagus itu. Bagus sekali efeknya walaupun waktu itu kita kesakitan.”ujar Tiara, 77 tahun kemudian.

“Sebelumnya pernah saya dengar dari seorang kerabat yang menyarankan kepada bapak saya supaya kami anak-anaknya yang perempuan dimasukkan di sekolah Belanda. Tujuannya, supaya kami laku. Jadi, saya bisa mengerti mengapa saya disekolahkan di HIS, meski uang sekolah sangat tinggi waktu itu.Pendek cerita, datanglah pangoli (pria melamar) ini. Kami menikah dan saya dibawa ke Sipirok, sebab suami saya yang lulus dari HKS di Jawa ditugaskan di Sipirok,”kenang Ny.Tiara Simandjuntak boru Siahaan. (Bersambung)

Hutan Tele dalam Kenangan Seorang Blogger

19 Februari, 2008

tele.jpg

 

DANAU TOBA, siapa nggak kenal. Tapi sedikit yang tahu, ada titik tempat memandang danau terluas di Asia Tenggara ini, yang bisa menjadi terapi penghilang kesombongan. Namanya Tele, sebuah kampung berjarak sekitar 210 km dari Medan, melalui jalur Kabanjahe-Sidikalang yang dapat ditempuh (more…)